TULIS.. TULIS.. TULIS..
Kartini dikenang karena dia menulis..
Pramoedya dikenang karena dia menulis..
Soe Hok Gie dikenang karena dia menulis..
Jika kau tidak menulis,
Maka kau telah mati sebelum dilahirkan..

-Diekey Lalijiwo-

Jumat, 25 Januari 2013

SISI MATA UANG PABRIK GULA


"Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya."

Kutipan dari salah seorang filsuf dari Spanyol yang benama George Santayan tentang sejarah. Masa lalu memang tidak bisa diulang kembali atau tejadi untuk kedua kalinya. Santayana mengutuk mereka yang tidak mengenal masa lalu dengan mengulanginya. Mengulang bukan berarti harus membuat mesin waktu dan kembali menuju masa lalu. Tetapi, mencari jejak masa lalunya dalam kurun waktu yang tak ditentukan sampai mereka mengetahuinya.

Gula. Pemanis yang sudah sangat lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Dari gula ini, apa yang bisa kita telusuri dari masa lalunya? Masa lalu atau asal usul dari gula adalah tebu. Untuk bisa menjadi gula, tebu dibutuhkan proses pengolahan. Proses pengolahan tersebut terjadi di pabrik gula. Sebelum diolah, tebu berada di ladang tebu. Kira-kira seperti itu masa lalu dari gula yang bisa kupikirkan karena aku bukan mahasiswa sejarah.


Aku adalah mahasiswa di jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP), Fakultas Teknologi Pertanian (FTP), Universitas Jember (UNEJ). Materi gula bagian dari matakuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, Lateks di semester lima. Ada hal yang menarik dari gula menurutku, yang belum pernah ku pelajari dan disinggung di bangku kuliah, yaitu pabrik gula. Aku tak pernah tahu seluk beluk dan segala tetek bengek dari pabrik gula. Tak hanya aku, mungkin teman-temanku dan masih banyak orang di luar sana tak tahu tentang seluk beluk dari pabrik gula. Aku juga tak baru bahwa tenyata ada pembagian wilayah pabrik gula di Indonesia. Apalagi bicara masalah sejarah pabrik gula.

Dari ketidaktahuanku ini, aku terkena kutukan Santayana untuk mengulangi masa lalu pabrik gula. Aku perlu mengenal pabrik gula di Indonesia dan mulailah berselancar di dunia maya. Itu satu-satunya akses termudah aku mengulangi masa lalu pabrik gula. Mulai dari mencari situs resmi dari PTPN X dan mencari pabrik gula yang berada di wilayah tersebut. Pikirku Jember masuk di wilayah ini, ternyata tidak. PTPN X meliputi daerah Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Kediri dan Tulungagung.

Dari sini aku mencari data dari salah satu situs di Belanda, kebetulan aku pernah diberi tahu seorang kenalan salah satu situs yang berisi arsip Indonesia jaman dulu. Kumasukkan kata kunci masing-masing nama pabrik dan daerahnya. Aku menemukan kaitan suikerfabriek (bahasa Belanda yang berarti pabrik gula) di setiap foto pabrik gula yang kubuka. Aku mengartikan itu pabrik gula dan kupastikan di penerjemah online dan ternyata benar. Banyak foto-foto yang kutemukan, yang bahkan suikerfabriek itu sekarang sudah tidak ada lagi. Hanya menyisakan satu atau beberapa saja di tiap daerah, entah aku masih belum mengetahui apa penyebabnya.

Tak hanya foto bangunan pabrik saja yang kutemukan, beberapa alat seperti lokomotif yang digunakan untuk mengangkut tebu, kegiatan di pabrik seperti saat buka giling, dan pesta kepala pabrik gula pun ada di sana. Aku juga menemukan foto para penjaga salah satu pabrik gula. Dari sedikit pengetahuan yang kudapatkan, potensi pengembangan wisata sejarah pabrik gula sangat besar. Dimana dari salah satu artikel yang kutemukan tahun 1673 gula sudah diekspor ke Eropa. Perkiraanku pabrik gula sudah ada sejak jaman VOC di Indonesia sekitar tahun 1500 sampai 1600-an. Berapa ratus tahun sejarah yang bisa diarsipkan. Mulai dari tulisan, foto bahkan bangunan dan peralatan yang masih digunakan.


Jika memang serius mengembangkan wisata sejarah pabrik gula, mencari potensi yang ada dari pabrik gula sangat diperlukan. Potensi pertama adalah adanya Museum Gula Gondang Baru yang merupakan satu-satunya museum gula di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Mungkin juga tak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui museum gula ini. Kemudian geografis Indonesia yang beriklim tropis menjadi salah satu tujuan objek wisata para turis mancanegara. Dimana kondisi alam yang masih asri dan sangat kental dengan budaya yang masih dipegang teguh. Apalagi letak museum yang berada di daerah yang kental budaya Jawa dan keraton merupakan nilai tambah. Tradisi “Cembrengatau Buka Giling dan biasa disingkat “Bugil” oleh masyarakat di daerah tempat tinggalku, Magetan, Jawa Timur merupakan sesuatu yang unik yang biasa dilakukan sebelum beroprasinya pabrik. Biasanya Buka Giling dilakukan dua kali dalam setahun. Suatu adat yang masih tetap dilakukan dan dijaga sampai saat ini meskipun era modern menerkam. Nilai jual dari pabrik gula tak hanya dari sektor sejarah tapi juga kondisi alam dan budaya.

Tak cukup hanya potensi saja, perlu dan mungkin yang harus dilakukan selanjutnya adalah mengkaji sejarah dari pabrik gula itu sendiri dengan rinci lalu melakukan pendataan dan pengarsipan. Menurutku, satu museum saja tak cukup untuk menampung semua informasi dan benda peninggalan dari pabrik gula. Sektor yang dulunya pernah menjadikan Indonesia sebagai pengekspor gula. Ada banyak pabrik gula dan banyak pula sejarah yang telah diberikan untuk industri gula di Indonesia. Sejarah bukan hanya tentang yang saat ini masih ada tetapi yang sudah tidak ada juga perlu didata dan diarsipkan. Bukan hanya sebagai hiasan saja tapi juga sebagai pengetahuan dan gambaran kedepan tentang industri gula sekarang dan di masa yang akan satang.

“Ada gula, ada semut”

Peribahasa itu menggambarkan perlu adanya sesuatu yang memiliki daya tarik dan media untuk menarik pengunjung. Salah satunya dengan cara pembuatan website  resmi museum. Karena aku masih belum menemukan website resmi itu, sepengetaahuanku saat ini masih tergabung dalam website Asosiasi Museum Indonesia. Salah satu media promosi paling mudah yang bisa diakses dimana dan kapan saja. Di tengah dunia yang serba digital dan informasi perlu adanya website resmi yang memberikan informasi dan menarik keinginan pengunjung. Kita lihat saja saat ini hampir setiap orang memiliki jaringan di dunia maya, baik email, blog, jejaring sosial dan yang lainnya. Jejaring sosial juga bisa dimanfaatkan untuk ajang promosi dan menarik keinginan agar mengunjungi museum. 


Selain hal di atas, pameran keliling mungkin bisa menjadi salah satu alternatif lain untuk mengenalkan dan memasarkan sejarah dari pabrik gula. Terakhir kali aku menemui pameran keliling yang diadakan suatu museum adalah ketika aku masih duduk di bangku menengah pertama. Aku sangat tertarik untuk datang meskipun hanya sekedar melihat-lihat. Tapi, dari sana aku bisa mengenal dan mengetahui benda-benda yang ada di museum itu. Ketertarikan untuk mengunjungi museum yang sebenarnya timbul, sayangnya sampai saat ini aku belum sempat mengunjunginya. Meskipun tak banyak benda yang dipamerkan, aku mendapat pengetahuan dan belajar tentang sejarah peninggalan masa silam.

Media audio visual dapat digunakan untuk mereka ulang kembali tentang kondisi pabrik gula pada masa lampau, seperti kondisi petani, sawah, pengolahan, buruh dan sebagainya. Saat ini dunia sangat pesat, memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk menggambarkan kembali sejarah tak ada salahnya. Asal tidak menambah dan mengurangi kejadian yang memang terjadi. Animasi saat ini cukup diminati  dan media ini juga menarik untuk memasarkan sejarah pabrik gula di Indonesia.

2 komentar:

Elfira Arisanti mengatakan...

keren sekali tulisanmu. terimakasih infonya

Unknown mengatakan...

masih belum apa-apa kakak...
baru belajar nulis...
;)

Posting Komentar