"Mereka yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya."
Kutipan dari salah seorang filsuf
dari Spanyol yang benama George Santayan tentang sejarah. Masa lalu memang tidak
bisa diulang kembali atau tejadi untuk kedua kalinya. Santayana mengutuk mereka
yang tidak mengenal masa lalu dengan mengulanginya. Mengulang bukan berarti
harus membuat mesin waktu dan kembali menuju masa lalu. Tetapi, mencari jejak
masa lalunya dalam kurun waktu yang tak ditentukan sampai mereka mengetahuinya.
Gula. Pemanis yang sudah sangat
lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Dari gula ini, apa yang bisa kita
telusuri dari masa lalunya? Masa lalu atau asal usul dari gula adalah tebu. Untuk
bisa menjadi gula, tebu dibutuhkan proses pengolahan. Proses pengolahan tersebut
terjadi di pabrik gula. Sebelum diolah, tebu berada di ladang tebu. Kira-kira
seperti itu masa lalu dari gula yang bisa kupikirkan karena aku bukan mahasiswa
sejarah.
Aku adalah mahasiswa di jurusan
Teknologi Hasil Pertanian (THP), Fakultas Teknologi Pertanian (FTP),
Universitas Jember (UNEJ). Materi gula bagian dari matakuliah Teknologi
Pengolahan Tembakau, Gula, Lateks di semester lima. Ada hal yang menarik dari
gula menurutku, yang belum pernah ku pelajari dan disinggung di bangku kuliah,
yaitu pabrik gula. Aku tak pernah tahu seluk beluk dan segala tetek bengek dari pabrik gula. Tak hanya
aku, mungkin teman-temanku dan masih banyak orang di luar sana tak tahu tentang
seluk beluk dari pabrik gula. Aku juga tak baru bahwa tenyata ada pembagian
wilayah pabrik gula di Indonesia. Apalagi bicara masalah sejarah pabrik gula.
Dari ketidaktahuanku ini, aku
terkena kutukan Santayana untuk mengulangi masa lalu pabrik gula. Aku perlu
mengenal pabrik gula di Indonesia dan mulailah berselancar di dunia maya. Itu satu-satunya
akses termudah aku mengulangi masa lalu pabrik gula. Mulai dari mencari situs
resmi dari PTPN X dan mencari pabrik gula yang berada di wilayah tersebut. Pikirku
Jember masuk di wilayah ini, ternyata tidak. PTPN X meliputi daerah Sidoarjo,
Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Kediri dan Tulungagung.
Dari sini aku mencari data dari salah
satu situs di Belanda, kebetulan aku pernah diberi tahu seorang kenalan salah
satu situs yang berisi arsip Indonesia jaman dulu. Kumasukkan kata kunci masing-masing
nama pabrik dan daerahnya. Aku menemukan kaitan suikerfabriek (bahasa Belanda yang berarti pabrik gula) di setiap
foto pabrik gula yang kubuka. Aku mengartikan itu pabrik gula dan kupastikan di
penerjemah online dan ternyata benar.
Banyak foto-foto yang kutemukan, yang bahkan suikerfabriek itu sekarang sudah tidak ada lagi. Hanya menyisakan
satu atau beberapa saja di tiap daerah, entah aku masih belum mengetahui apa
penyebabnya.
Tak hanya foto bangunan pabrik saja
yang kutemukan, beberapa alat seperti lokomotif yang digunakan untuk mengangkut
tebu, kegiatan di pabrik seperti saat buka giling, dan pesta kepala pabrik gula
pun ada di sana. Aku juga menemukan foto para penjaga salah satu pabrik gula. Dari
sedikit pengetahuan yang kudapatkan, potensi pengembangan wisata sejarah pabrik
gula sangat besar. Dimana dari salah satu artikel yang kutemukan tahun 1673
gula sudah diekspor ke Eropa. Perkiraanku pabrik gula sudah ada sejak jaman VOC
di Indonesia sekitar tahun 1500 sampai 1600-an. Berapa ratus tahun sejarah yang
bisa diarsipkan. Mulai dari tulisan, foto bahkan bangunan dan peralatan yang
masih digunakan.
Jika memang serius mengembangkan
wisata sejarah pabrik gula, mencari potensi yang ada dari pabrik gula sangat
diperlukan. Potensi pertama adalah adanya Museum Gula Gondang Baru yang
merupakan satu-satunya museum gula di Indonesia bahkan di Asia Tenggara. Mungkin
juga tak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui museum gula ini. Kemudian geografis
Indonesia yang beriklim tropis menjadi salah satu tujuan objek wisata para
turis mancanegara. Dimana kondisi alam yang masih asri dan sangat kental dengan
budaya yang masih dipegang teguh. Apalagi letak museum yang berada di daerah
yang kental budaya Jawa dan keraton merupakan nilai tambah. Tradisi “Cembreng” atau Buka Giling dan biasa disingkat “Bugil” oleh masyarakat di daerah tempat
tinggalku, Magetan, Jawa Timur merupakan sesuatu yang unik yang biasa dilakukan
sebelum beroprasinya pabrik. Biasanya Buka Giling dilakukan dua kali dalam
setahun. Suatu adat yang masih tetap dilakukan dan dijaga sampai saat ini
meskipun era modern menerkam. Nilai jual dari pabrik gula tak hanya dari sektor
sejarah tapi juga kondisi alam dan budaya.
Tak cukup hanya potensi saja, perlu
dan mungkin yang harus dilakukan selanjutnya adalah mengkaji sejarah dari
pabrik gula itu sendiri dengan rinci lalu melakukan pendataan dan pengarsipan. Menurutku,
satu museum saja tak cukup untuk menampung semua informasi dan benda peninggalan
dari pabrik gula. Sektor yang dulunya pernah menjadikan Indonesia sebagai pengekspor
gula. Ada banyak pabrik gula dan banyak pula sejarah yang telah diberikan untuk
industri gula di Indonesia. Sejarah bukan hanya tentang yang saat ini masih ada
tetapi yang sudah tidak ada juga perlu didata dan diarsipkan. Bukan hanya
sebagai hiasan saja tapi juga sebagai pengetahuan dan gambaran kedepan tentang
industri gula sekarang dan di masa yang akan satang.
“Ada gula, ada semut”
Peribahasa itu menggambarkan
perlu adanya sesuatu yang memiliki daya tarik dan media untuk menarik pengunjung. Salah satunya dengan
cara pembuatan website resmi museum. Karena aku masih belum menemukan
website resmi itu, sepengetaahuanku saat
ini masih tergabung dalam website
Asosiasi Museum Indonesia. Salah satu media promosi paling mudah yang bisa
diakses dimana dan kapan saja. Di tengah dunia yang serba digital dan informasi
perlu adanya website resmi yang
memberikan informasi dan menarik keinginan pengunjung. Kita lihat saja saat ini
hampir setiap orang memiliki jaringan di dunia maya, baik email, blog, jejaring
sosial dan yang lainnya. Jejaring sosial juga bisa dimanfaatkan untuk ajang
promosi dan menarik keinginan agar mengunjungi museum.
Selain hal di atas, pameran
keliling mungkin bisa menjadi salah satu alternatif lain untuk mengenalkan dan memasarkan
sejarah dari pabrik gula. Terakhir kali aku menemui pameran keliling yang
diadakan suatu museum adalah ketika aku masih duduk di bangku menengah pertama.
Aku sangat tertarik untuk datang meskipun hanya sekedar melihat-lihat. Tapi, dari
sana aku bisa mengenal dan mengetahui benda-benda yang ada di museum itu. Ketertarikan
untuk mengunjungi museum yang sebenarnya timbul, sayangnya sampai saat ini aku
belum sempat mengunjunginya. Meskipun tak banyak benda yang dipamerkan, aku
mendapat pengetahuan dan belajar tentang sejarah peninggalan masa silam.
Media audio visual dapat
digunakan untuk mereka ulang kembali tentang kondisi pabrik gula pada masa
lampau, seperti kondisi petani, sawah, pengolahan, buruh dan sebagainya. Saat ini
dunia sangat pesat, memanfaatkan pengetahuan yang ada untuk menggambarkan
kembali sejarah tak ada salahnya. Asal tidak menambah dan mengurangi kejadian
yang memang terjadi. Animasi saat ini cukup diminati dan media ini juga menarik untuk memasarkan
sejarah pabrik gula di Indonesia.
2 komentar:
keren sekali tulisanmu. terimakasih infonya
masih belum apa-apa kakak...
baru belajar nulis...
;)
Posting Komentar