TULIS.. TULIS.. TULIS..
Kartini dikenang karena dia menulis..
Pramoedya dikenang karena dia menulis..
Soe Hok Gie dikenang karena dia menulis..
Jika kau tidak menulis,
Maka kau telah mati sebelum dilahirkan..

-Diekey Lalijiwo-

Kamis, 10 Mei 2012

(Mungkin) Belengguku

-->
Tak bisa menjadi diri sendiri dan terus-menerus mengikuti keinginan orang lain. Berusaha berontak pasti akan senasib dengan Keenan dalam Perahu Kertas. Memutuskan pergi dari rumah karena bakat dan keinginannya untuk melukis ditentang ayahnya. Berusaha diam dan mengikuti apa yang diinginkan mungkin akan senasib dengan Naoko dalam Norwegian Wood. Yang akhirnya hanya diam, mengalami goncangan jiwa dan berujung pada bunuh diri.
Tak adakah sedikit saja yang bisa memahami dan mengerti. Membebaskan semuanya. Mendukung sepenuhnya. Sadarkah? Bahwa aku tidak hidup di jamanmu dan kamu tidak hidup di jamanku. Kita terkurung dalam waktu yang berbeda. Kebudayaan yang berbeda. Tingkah laku sosial yang mengalami penurunan dan semakin kendur. Ikatan norma yang sudah mulai melemah.
Ingin rasanya aku pergi dari aturan yang memberatkan dan mengekangku. Membebaskanku dari kabut kepentingan. Aku tak pernah suka seperti ini. Aku tak bisa dan tak mau menyalahkan siapa-siapa. Tapi, kenapa aku harus selalu dipersalahkan? Dipersalahkan atas kebebasanku. Dipersalahkan atas jalan yang aku pilih? Bukankah hak tiap manusia untuk menentukan apa yang akan perbuat? Jalan mana yang akan dia tempuh. Toh nantinya kita sendiri yang akan merasakan apa yang kita pilih. Apa yang kita jalani.
Pengalaman memang guru yang terbaik. Tapi kalau kita tak pernah merasakan pengalaman dan tak pernah mengalaminya, kapan kita akan belajar? Apa hanya dari sekedar cerita saja? Tanpa berani berbuat dan melakukannya? Tak lain seperti teori tanpa praktek. Hanya bisa mendengarkan, mencatat dan mengingat-ingat. Memangnya kehidupan itu pelajaran di sekolah?
Aku tak habis pikir akan semua pola pikir mereka. Anak harus mengikuti dan menuruti apa yang orang tua katakan dan perintahkan. Seolah-olah tak pernah ada pilihan lain selain apa yang keluar dari mulut mereka. Aku layaknya robot yang dengan sensor penerima suara, menerima perintah suara dan menjalankan perintah itu. Bedanya, robot akan menerima pujian, sanjungan dan tepuk tangan yang meriah setelah bisa melakukan perintah itu. Tapi aku? akan selalu dan terus dituntut lebih, lebih dan lebih. Masih terbelenggu dalam rangakain ikatan darah penuh rantai perintah generasi atas.

0 komentar:

Posting Komentar