Saat-saat menjelang pergantian angkaku. Aku harus mengalami
kepedihan atas luka yang masih menganga oleh perbuatan masa lalu yang tak bisa
dipersalahkan. Oleh sosok yang dengan mudahnya meninggalkan dan membiarkan
setelah luka itu tersusun rapi. Membuyarkan semua rasa yang tak terbentuk dalam
hitungan detik, menit atau jam. Tatanan kata-kata dan tingkah yang kini
semburat tak beraturan.
Tak terpikirkan bahkan terbayang akan tragedi hidup ini yang
menyemburkan sejuta sumpah serapah, makian dan umpatan. Mungkin aku sendiri
akan jijik melihat diriku sendiri di cermin yang penuh dengan nanah dan bangkai
kemunafikanmu. Yang dengan lidah durimu selalu menjeratku dengan persuasif dan
menjebakku dalam permainan retorika yang kau bangun. Menyanyikan lagu kesedihan
dengan hati penuh dendam kebencian. Kau gantungkan bibir senyum palsu pemikat untuk
memikat simpati kebodohanku.
Saat ini aku memang bodoh dengan jebakanmu dan ikatan kelam
masa laluku. Dengan bayanganmu yang tak pernah meninggalkanku. Bukan karena aku
tak bisa atau tak mau. Tapi bayanganmu tak pernah mau pergi, bahkan dengan
usiranku sekalipun. Apalagi dirimu yang kini telah menjadi sepasang. Mendapatkan
pasangan dari vaginamu yang pernah kujamah berkali-kali untuk yang pertama
kalinya. Saat segel itu harus kurusak dan terus kujajah. Ternyata tak bisa
membayarmu untuk tetap tinggal. Malah sebaliknya, membuatmu lebih bebas
berlenggang dan memulih dengan penis barumu yang masih tersegel rapat. Mungkin dan
itu pikirku.
Akan berapa penis lagi yang akan kau robek? Kau lemaskan
guratan ototnya dan kau lunakkan pembuluh darahnya dengan vaginamu yang telah
naik level. Dengan segala tonjolan kemontokan tubuhmu, langsatnya kulitmu dan
bius-bius sayang penuh cinta dari mulutmu. Mulut yang penuh kepalsuan professional
penipu ulung. Bibir yang siap melumat dan lidah yang siap menjilat dan menjamah
rongga mulut juga memainkan permainan oralmu.
Jaminan yang tak pernah tahu apakah akan menjaminmu dari
pemilik penis penikmat vaginamu sekarang. Pemuas hasrat birahi dalam permainan
ranjangmu tiap kau inginkan. Untuk bisa membawamu pada ikatan upacara
kesakralan di bawah janur kuning. Di saat terpaan angin agama tak pernah
menamparmu bahkan, menyentuhmu sedikitpun. Tapi, kau mengaku diselimuti oleh hangatnya
udara ajaran Tuhan.
Entah apa yang kupikirkan malam ini. Aku tak pernah tahu
bahkan sadar. Kemelut insomnia yang tak ku tahu apa penyebabnya. Aku bahkan tak
mabuk dan tak menonton film bokep sebelumnya.
0 komentar:
Posting Komentar