Mataku
yang nanar,
tubuhku
yang gemetar.
Sesalku
bukan seorang suci.
Benakku
tak berhenti menyetubuhi bejatnya nostalgia,
saat perbincangan
dalam ruang kosong.
Harusnya (tak)
kusampaikan saja pesan ini,
dan
semestinya aku sudah berlari dari diri.
Dengan
cucuran darah dari nadiku.